Kisah Den Dur Tremas Berubah Jadi
"Debog" kala Ditangkap PKI
KH Abdurrozak Bin
Abdullah Attarmasi (Den Dur).
Jauh sebelum peristiwa G30S PKI bergejolak, pada tahun 1948
telah terjadi satu peristiwa berdarah yang dikenal dengan istilah Affair
Madiun. Pada waktu itu para kiai dan tokoh masyarakat menjadi sasaran
beringas orang-orang komunis. Pemberontakan diawali dari kota Madiun dan kota
Solo, maka Pacitan yang juga termasuk wilayah karesidenan Madiun juga bergolak.
Maka kaum agama yang menjadi lawan utama kaum atheis menjadi korban.
Disaat masyarakat merasakan ketakutan yang luar biasa karena
banyaknya peristiwa pembunuhan oleh PKI, pesantren menjadi satu-satunya tempat
yang aman untuk mereka berlindung. Namun, PKI jutru menyasar
pesantren-pesantren karena dianggap sebagai tempat untuk membangun kekuatan
melawan pemberontakan PKI.
Salah satu Pesantren di Pacitan yang menjadi target operasi
PKI adalah Pesantren Tremas. Dimana para pengasuhnya menjadi target utama untuk
disika dan dibunuh. Namun ada kejadian menarik saat anggota PKI ingin menagkap
salah satu Kiai pesantren Tremas yang bernama KH Abdurrozak Bin Abdullah
Attarmasi atau yang dikenal dengan sebutan Den Dur. Den Dur merupakan salah
satu adik dari Syech Mahfudz Attarmasi yang kesohor kealimanya itu.
Pada suatu malam tahun 1948, sekitar empat ratus
tentara PKI mengepung kediaman Den Dur yang saat itu masih bertempat
tinggal di lingkungan pesantren Kikil, yang letaknya hanya setengah kilo meter
dari pesantren Tremas.
Saat itu dua orang pimpinan pasukan PKI masuk ke dalam
kediaman hendak menangkap Den Dur. Dua orang itu langsung menodongkan senjata
api laras panjang ke arah Den Dur. Melihat suasana mencekam itu, semua
yang ada di dalam rumah merasa sangat ketakutan termasuk diantaranya adalah
isteri Den Dur dan putera-puteranya antara lain Gus Wakil, Gus Jami’, Amin,
Mustaqim serta tiga orang abdi Ndalemnya yang diantara mereka bernama
Slamet.
Namun, Den Dur sama sekali tidak merasa takut oleh ancaman
PKI itu. Hingga keduanya terus memaksa Den Dur untuk menyerahkan diri kepada
PKI. Akan tetapi, dengan santainya Den Dur justru mengibatkan dua senjata api
yang diarahkan kepadanya dan membanting dua orang PKI tersebut.
Tapi apa boleh buat, malam itu dengan berbekal senjata empat
ratus anggota PKI telah mengepung kediaman Den Dur. Mau tidak mau akhirnya Den
Dur menyerah. Ratusan PKI memboyong Den Dur ke sebuah Penjara di Pacitan yang
jaraknya 11 KM dari kediamanya.
Diceritakan, malam itu Den Dur pergi tanpa membawa bekal
apapun. “Den Dur mboten kerso ngasto sangu, namung ngagem sandal teklek mawon
(Den Dur tidak mau membawa bekal, hanya pergi memakai sandal yang terbuat dari
kayu saja),“ ungkap salah satu abdi ndalemnya yang masih hidup, Mbah Slamet,
belum lama ini.
Sebelum dibawa PKI, Isterinya sudah menawarkan aneka macam
bekal kepada Den Dur. Namun justru ditolaknya dan Den Dur hanya pergi
mengenakan sepasang sandal kayunya. Masyarakat di sekitar pesantren yang
mengetahui Kiai yang dihormatinya akan dibawa oleh PKI, mereka pun ikut
mengantarkan kepergianya hingga keluar dari lingkungan pesantren.
Adalah seorang putra Naib Kecamatan Arjosari yang bernama
Wahyono juga ikut mengantarkan kepergian Den Dur. Ada kejadian unik saat Den
Dur dibawa oleh anggota PKI itu. Dalam pandangan Wahyono sesampainya di
jembatan Desa Arjosari, Den Dur justru menghilang.
Anehnya anggota PKI tidak satupun yang menyadari akan hal
aneh itu. Mereka merasa seolah-olah Den Dur tetap ada dalam boyongan mereka.
Namun Wahyono tetap saja mengikuti rombongan tentara PKI hingga sampai di
Pacitan.
Berdasarkan cerita Wahyono, sesampainya di Pacitan Den Dur
hendak dimasukkan ke dalam penjara. Namun anehnya, pintu penjara sama sekali
tidak cukup untuk memasukkan tubuh Den Dur ke dalam kamar penjara. Entah
pintunya mengecil atau tubuh Den Dur yang menjadi besar. PKI kehabisan akal
untuk menaklukkan Den Dur. Akhirnya PKI menyeret Den Dur ke lapangan Alun-alun
Pacitan
Dihadapan empat ratusan anggota PKI, Den Dur diikat disebuah
tiang. Dengan kejamnya mereka memberondong tubuh Den Dur dengan senjata mereka.
Ribuan peluru ditembakkan ke arah tubuh Den Dur. Mereka terperanjat keheranan.
Den Dur yang seluruh tubuhnya tertembus ribuan peluru masih tetap hidup.
Padahal, seharusnya Den Dur sudah meninggal.
Sungguh peristiwa aneh itu menambah hawa malam semakin
angker dan menakutkan. Di tengah-tengah kota terdengar suara gemuruh ribuan
peluru yang dimuntahkan. Sejenak kemudian, mereka bertambah heran bukan main.
Tubuh Den Dur tiba-tiba berubah menjadi debog (pohon pisang).
Barulah mereka sadar bahwa sosok yang mereka boyong dari kediamanya sampai di
penjara Pacitan hingga diberondong ribuan peluru bukanlah Den Dur melainkan
hanya sebatang pohon pisang.
Wahyono pulang kemudian pulang ke kediaman Den Dur bersama
kawan - kawannya. Dia bahwa Den Dur telah tiada. Sekitar pukul 01.00 WIB
Wahyono sampai di kediaman Den Dur, lagi-lagi Wahyono terperanjat keheranan. Den
Dur sudah berada di dalam rumah bersama keluarga dan para abdi dalemnya. Lantas
Wahyono ikut bergabung dengan Den Dur dan keluarga.
Dia menceritakan semua kejadian yang baru saja
disaksikanya. Den Dur dan orang-orang yang ada kediaman saat itu hanya tertawa
mendengar cerita Wahyono. Sebenarnya, sesampainya di jembatan Arjosari Den Dur
memang benar-benar menghilang dan langsung pulang ke rumahnya. Hanya saja PKI
tidak dapat melihat akan hal itu. Malam itu juga masyarakatsekitar pesantren
Kikil dan Tremas telah menganggap Den Dur telah meninggal.
Setelah peristiwa itu, PKI masih terus mencari keberadaan
Den Dur. Kepada keluarganya, Den Dur berpesan jika ada orang yang mencari atau
bertanya tentang keadaannya untuk menjawab bahwa Den Dur telah ditangkap PKI
dan dipenjarakan di Pacitan.
Den Dur merupakan salah seorang Kiai Pesantren Tremas yang
memiliki kelebihan dalam ilmu spiritual. Den Dur merupakan Mursyid Thariqah
Syadziliyah yang memiliki ribuan murid di penjuru pulau Jawa. Sejak kecil ia
biasa dipanggil Den, singkatan dari kata Raden. Bersama kakaknya Kiai Dimyathi,
pada usia remaja Den Dur belajar agama selama beberapa tahun kepada kakak
tertuanya, yaitu Syekh Mahfudz Attarmasi yang saat itu telah menjadi ulama di
Makah Al-Mukarromah. (Handoko BU-Zaenal Faizin)
Sumber: http://www.nu.or.id/post/read/71606/kisah-den-dur-tremas-berubah-jadi-debog-kala-ditangkap-pki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar